Jumat, 03 Juni 2011

Prospek Ekonomi Indonesia 2011



Pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5-6,0% pada tahun 2010 dan meningkat menjadi 6,0-6,5% pada tahun 2011. Dengan demikian prospek ekonomi Indonesia akan lebih baik dari perkiraan semula. “Di samping tetap kuatnya permintaan domestik, perbaikan terutama bersumber dari sisi eksternal sejalan dengan pemulihan ekonomi global, seperti terlihat dari ekspor yang mencatat pertumbuhan positif sejak triwulan IV-2009
Pemulihan ekonomi global sangat jelas terlihat dari berbagai indikator ekonomi baik di negara maju (Amerika Serikat dan Jepang) maupun di kawasan Asia (Cina dan India). Di Amerika Serikat, pemulihan tercermin pada pengeluaran konsumsi masyarakat yang terus menguat dan dibarengi peningkatan respon di sisi produksi. Sementara di Jepang, ditandai oleh pertumbuhan positif pada triwulan terakhir 2009. Di Cina dan India, indikasi pemulihan ekonomi lebih jelas terlihat sebagaimana tercermin pada laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Berbagai perbaikan tersebut memberikan dampak positif bagi negara-negara yang menjadi mitra dagangnya, termasuk Indonesia.
Pemulihan ekonomi global berdampak positif terhadap perkembangan sektor eksternal perekonomian Indonesia. Kinerja ekspor non migas Indonesia yang pada triwulan IV-2009 mencatat pertumbuhan cukup tinggi yakni mencapai sekitar 17% dan masih berlanjut pada Januari 2010. Peningkatan ekspor tidak hanya terjadi pada komoditas pertambangan dan pertanian, tetapi juga ekspor komoditas manufaktur mulai mengalami peningkatan. Perkembangan ini mendukung pertumbuhan di sektor industri dan sektor perdagangan yang lebih tinggi dari perkiraan. Sementara itu, aktivitas impor sedikit meningkat sejalan dengan peningkatan ekspor tersebut, meskipun pada tingkat yang masih rendah. Transaksi berjalan di triwulan I-2010 diperkirakan mencatat surplus yang lebih besar dari perkiraan semula. Sementara itu, keyakinan investor asing terhadap prospek ekonomi Indonesia yang semakin membaik tercermin pada surplus transaksi modal dan finansial yang masih cukup tinggi. Dengan berbagai perkembangan tersebut, untuk keseluruhan tahun 2010 surplus NPI diperkirakan lebih baik dari perkiraan semula. “Tinggal 1 notch lagi bagi Indonesia untuk mencapai investment grade, sehingga akan semakin memberikan keyakinan yang lebih besar bagi investor asing untuk meningkatkan investasinya di Indonesia”, jelas Hartadi menanggapi perbaikan sovereign rating Indonesia oleh Fitch menjadi BB+ dari semula BB beberapa waktu yang lalu.
Disamping kinerja ekspor yang membaik tersebut, kegiatan konsumsi swasta juga menunjukkan perbaikan. Hal ini dikonfirmasi oleh peningkatan berbagai indikator konsumsi seperti impor barang konsumsi, penjualan mobil dan motor, serta penjualan ritel. Ke depan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan tetap meningkat sejalan dengan pendapatan yang lebih tinggi karena income effect dari perbaikan ekspor dan terjaganya tingkat keyakinan konsumen.
Di sisi harga, tekanan inflasi diyakini belum akan signifikan setidaknya pada semester I-2010. Perkembangan inflasi dalam 2 bulan pertama 2010 masih tetap terjaga pada tingkat yang rendah. Relatif terkendalinya inflasi juga tercermin pada perkembangan inflasi inti yang turun dari 4,43% (yoy) pada bulan Januari 2010 menjadi 3,88% (yoy) pada bulan Februari 2010. Kenaikan inflasi IHK di awal tahun 2010 terbukti bersifat temporer, terutama karena kenaikan harga beras, dan diperkirakan tidak akan terjadi lagi lonjakan harga dalam beberapa bulan ke depan seiring dengan telah datangnya musim panen di berbagai daerah. Kemungkinan kenaikan tarif TDL, apabila kemudian tetap diberlakukan, diperkirakan juga tidak akan menimbulkan dampak yang besar terhadap inflasi sepanjang diterapkan terutama pada kelompok pelanggan besar. Secara keseluruhan, inflasi ke depan diyakini akan tetap terjaga pada sasaran yang ditetapkan yakni 5%+1% pada tahun 2010 dan 2011. “Meskipun kegiatan ekonomi domestik meningkat

Selasa, 10 Mei 2011

Angka Kematian Bayi di Indonesia Tahun 1985 - 2007


Sejak lama, program kesehatan di Indonesia di fokuskan pada penurunan angka kematian bayi dan anak yang masih tinggi. Angka kematian bayi dan anak tidak hanya penting untuk mengevaluasi kemajuan program kesehatan, tapi juga untuk memonitori situasi kependudukan terkini dan sebagai input dalam pembuatan proyeksi penduduk. Selain itu, angka kematian bayi dan anak juga dipakai untuk mengidentifikasi kelompok penduduk yang mempunyai resiko kematian tinggi.

Bab ini mengulas tingkat, tren, dan perbedaan angka kematian bayi dan anak berdasarkan survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI 2007) dan beberapa survey sebelumnya. Berbagai ukuran angka kematian beriukut akan digunakan untuk mengukur kematian anak.

Kematian neonatum                : Peluang untuk meniggal dalam bulan pertama setelah lahir.

Kematian post-neonatum        : Peluang untuk meninggal setelah bulan pertama tetapi sebelum umur tepat satu tahun.

Kematian bayi                         : Peluang untuk meninggal antara kelahiran dan sebelum mencapai umur tepat satu tahun.

Kematian anak                        : Peluang untuk meninggal antara umur satu tahun  dan sebelum tepat umur lima tahun.

Kematian balita                       : Peluang untuk meninggal antara kelahiran dan sebelum umur tepat lima tahun.

Kematian perinatal                  : Jumlah bayi yang lahir mati dan bayi yang meninggal sebelum  
  tepat berumur satu minggu dibagi dengan jumlah kehamilan umur  
  kandungan 7 bulan atau lebih.

Data kematian bayi dan anak hasil SDKI 2007 diperoleh dari pertanyaan riwayat kelahiran yang merupakan bagian dari kuesioner perseorangan. Riwayat kelahiran dimulai dengan menanyakan keterangan riwayat kelahiran responden mengenai jumlah anak kandung laki-laki dan perempuan yang tinggal bersama responden, dan yang tinggal ditempat lain, serta anak yang telah meninggal. Selanjutnya, untuk setiap kelahiran hidup, dicatat keterangan mengenai nama, tanggal lahir, jenis kelamin, apakah kelahirannya merupakan kelahiran tunggal atau kembar, dan status kelangsungan hidup. Untuk anak yang masih hidup, umur saat ulang tahun terakhir dan apakah anak tersebut tinggal bersama ibunya atau tidak jg ditanyakan. Untuk anak responden yang telah meninggal ditanyakan umur saat meninggal.









EVALUASI KUALITAS DATA


Riwayat kelahiran secara restropektif seperti yang dicakup dalam SDKI 2007 dapat dipengaruhi oleh beberapa kesalahan dalam pengumpulan data. Pertama, hanya wanita umur 15-49 tahun yang masih hidup yang diwawancarai ; oleh sebab itu tidak tersedia data anak dari wanita yang sudah meninggal. Estimasi anka mortalitas dapat bias jika fertilitas dari wanita yang masi hidup dan yang sudah meninggal berbeda sangat nyata. Di Indonesia, bias ini nampaknya dapat diabaikan. Tetapi kalau kelangsungan hidup anak dari ibu yang masih hidup dan yang meninggal ( biasanya kelangsungan hidup anak dari ibu yang meninggal lebih jelek ), maka hasil perhitungan angka kematian akan bias kebawah. Kesalahan lain yang mungkin terjadi adalah ketidaklengkapan jumlah kasus yang dilaporka ; responden cenderung melupakan peristiwa yang terjadi pada waktu lampau. Akibatnya perkiraan angka kematian pada periode lebih lampau, dibandingkan dengan perkiraan pada periode kini, lebih rendah dilaporkan.

Pengaruh pemotongan data riwayat kelahiran, data untuk perhitungan angka kematian pada periode lebih lampau, merupakan pengalaman dari responden umur muda dan akan mempengaruhi mendapatkan angka yang lebih rendah. Kesalahan pelaporan umur saat lahir dan umur saat meninggal

           
























Provinsi
SDKI 1994
SDKI 1997
SDKI 2002-2003
SDKI 2007

(1985-1994)
(1988-1997)
(1988-1997)
(1998-2007)
Sumatera




Nangroe Aceh Darusallam
na
na
na
25
Sumatera Utara
61
45
42
46
Sumatera Barat
68
66
48
47
Riau
72
60
43
37
Jambi
60
68
41
39
Sumatera Selatan
60
53
30
42
Bengkulu
74
72
53
46
Lampung
38
48
55
43
Bangka belitung
na
na
43
39
Kepulauan Riau
na
na
na
43
Jawa




DkI Jakarta
30
26
35
28
Jawa Barat
89
61
44
39
Jawa Tengah
51
45
36
26
DI Yogyakarta
30
23
20
19
Jawa Timur
62
36
43
35
Banten
na
na
38
46
Bali dan Nusa Tenggara




 Bali
58
40
14
34
Nusa Tenggara Barat
110
111
74
72
Nusa Tenggara Timur
71
60
59
57
Kalimantan




Kalimantan Barat
97
70
47
46
Kalimantan Tengah
16
55
40
30
Kalimantan Selatan
83
71
45
58
Kalimantan Timur
61
51
42
26
Sulawesi




Sulawesi Utara
66
48
25
35
Sulawesi Tengah
87
95
52
60
Sulawesi Selatan
64
63
47
41
Sulawesi Tenggara
79
78
67
41
Gorontalo
na
na
77
52
Sulawesi Barat
na
na
na
74
Maluku dan Papua




Maluku
na
na
na
59
Maluku Utara
na
na
na
51
Papua
na
na
na
36
Papua Barat
na
na
na
41
Total
66
52
43
39